Wednesday, March 2, 2016

Abu abdallah Muhammad bin Ibrahim al-Fazari-Astrolab planisferis

Gambar Muhammad bin Ibrahim al-Fazari
Abu abdallah Muhammad bin Ibrahim al-Fazari (meninggal 796 atau 806) adalah seorang filsuf, matematikawan dan astronom  Muslim. Ia banyak menterjemahkan buku-buku sains ke dalam bahasa Arab dan Persia. Ia juga merupakan astronom muslim pertama yang membuat astrolobe, alat untuk mengukur tinggi bintang. Ia pernah mendapat tugas untuk menterjemahkan ilmu angka dan ilmu hitung, serta ilmu astronomi India yang bernama Sind Hind, oleh khalifah Al Mansyur dari Abbasiyah.

Ayahnya bernama Ibrahim Al-Fazari yang juga seorang astronom dan matematikawan. Beberapa sumber menyebut dia sebagai seorang Arab, sumber lain menyatakan bahwa ia adalah seorang Persia. Al Farazi menetap serta berkarya di Baghdad, Irak, ibu kota kekhalifahan Abbasiyah.

Muhammad bin Ibrahim al-Fazari bersama ayahnya, Ibrahim al fazari, merupakan seorang ahli matematika dan astronom di istana kekhalifahan Abbasiya, di era khalifah harun al Rasyid. Ia menyusun berbagai jenis penulisan astronomi.

Bersamaan dengan Ya’qub ibn Thariq dan ayahnya, ia membantu menterjemahkan teks astronomi India oleh Brahma gupta (abad 7 M), Brahma Sphuta Siddhanta, ke dalam bahasa Arab sebagai Az jiz ala Sini al Arab atau kitab Sindhind. Terjemahan ini dimungkinkan sebagai saran penting dalam tranmisi angka hindu dari India ke dalam Islam.

Dinasti Abbasiyah yang berkuasa saat itu memberikan peluang dan dukungan yang sangat besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan apalagi dalam bidang astronomi. Khalifah al-Mansyur adalah penguasa Abbasiyah pertama yang memberi perhatian serius dalam pengkajian astronomi dan astrologi.

Khalifah Harun al rasyid mengumpulkan dan mendorong cendekiawan muslim untuk menerjemahkan beragam literatur yang berasal dari Yunani, Romawi Kuno, India, hingga Persia. Al Farazi adalah salah satu astronom paling awal di dunia Islam. Beliau memegang peran penting dalam kemajuan ilmu astronomi di masa Abbasiyah.

Al-Fazari menerjemahkan beberapa literatur asing ke dalam bahasa Arab dan Persia. Bersama dengan beberapa cendekiawan lain, seperti Naubakht, dan Umar ibnu al-Farrukhan al-Tabari, beliau meletakkan dasar-dasar ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Pekerjaan al-Fazari
Khalifah Harun al rasyid menunjuk seorang ahli astronomi yang bernama Naubahkh untuk memimpin upaya penerjemahan. Khalifah menulis surat pada kaisar Bizantium agar mengirimkan buku-buku ilmiah untuk diterjemahkan, termasuk buku-buku tentang ilmu astronomi.

Mungkin sekitar tahun 790, Al-Fazari menterjemahkan banyak buku sience ke dalam bahasa Arab dan Iran. Ia ditasbihkan sebagai pencipta astrolabe pertama dalam dunia Islam. Bersamaan dengan Yaʿqub ub ibn Tariqia membantu menerjemahkan teks astronomi India oleh Brahmagupta, Sindhind., dalam bahasa Arab, Az-Zij ‛ala Sini al-‛Arab(Tables of the disks of the astrolabe).

Penerjemahan ini kemungkinan merupakan awal dimana angka Hindu ditransmisi dari India ke Islam. Buku tersebut dibawa oleh seorang pengembara dan ahli astronomi India bernama Mauka ke Baghdad dan segera menarik perhatian kaum cendekia di sana.

Al-Fazari menunaikan tugas dengan baik, menurut Ehsan Masood dalam bukunya “Ilmuwan Muslim Pelopor Hebat di Bidang Sains Modern”, saat itu telah menguasai astronomi sehingga di bawah arahan khalifah langsung beliau mampu menerjemahkan dan menyadur teks astronomi India kuno yang sangat teknis tersebut. Kemudian beliau memberi judul Zij al Sinin al Arab (Tabel Astronomi Berdasarkan Penanggalan Bangsa Arab) pada karya terjemahannya tersebut.

Menurut Ehsan Masood, penerjemahan Sindhind sangat berharga. Bukan hanya karena wawasan astronominya tapi juga sistem penomoran India, Kalpa Aharganas dengan perhitungan tahun Hijriah Arab. Selain itu, karya al Farazi mencantumkan daftar negara-negara di dunia dan dimensinya berdasarkan perhitungan tabel. Hasil kerja Al Farazi melalui penerjemahan mengenalkan sistem penomoran tersebut ke dunia Arab.

Astrolab
Fhoto Astrolab

Astrolab planisferis merupakan mesin hitung analog pertama, difungsikan sebagai alat bantu astronomi untuk menghitung waktu terbit dan tenggelam serta titik kulminasi matahari dan bintang serta benda langit lainnya pada waktu tertentu. Astrolab menjadi instrumen paling penting yang pernah dibuat. Dengan desain akurat, astrolab menjadi instrumen penentu posisi pada abad pertengahan.

Astrolab merupakan model alam semesta yang bisa digenggam sekaligus jam matahari untuk mengukur tinggi dan jarak bintang. Chaucer dalam “Treatise in the Astrolabe” menyatakan bahwa Astrolab kemudian menjadi alat navigasi utama, hanya dalam beberapa bulan setelah ditemukan Astrolab oleh Al Farazi, kemajuan astronomi melejit cepat.

Astrolab memainkan peranan penting dalam pencapaian bidang astronomi oleh umat Muslim hingga masa-masa berikutnya. Seorang astronom bernama al Sufi berhasil memanfaatkannya dengan baik. Al Sufi mampu memetakan sekitar seribu kegunaan Astrolab dalam berbagai bidang yang berbeda seperti astronomi, astrologi, digunakan termasuk meramalkan posisi matahari, bulan, planet, dan bintang-bintang, navigasi. Dalam dunia Islam, Astrolabe digunakan untuk menemukan waktu matahari terbit dan naik dari bintang-bintang, untuk membantu jadwal (shalat).

Pada abad ke-13, karya ini ditemukan kembali oleh penjelajah dan ahli geografi Muslim bernama Yaqut al-Hamawi dan al-Safadi. Gairah dan kemauan para sarjana Muslim belajar dari tradisi ilmu lain serta dukungan penuh dari pemerintahan menjadi kunci keberhasilan dalam memajukan ilmu pengetahuan di dunia Islam.

Sumber: